| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, August 24, 2006,2:30 PM

Mengurai Konflik Arab-Israel

Aiyub Mohsin
Mantan Dubes, Pengajar di Unas

Dewan Keamanan PBB pada tgl 11 Agustus yang lalu, akhirnya berhasil menyepakati suatu resolusi yang menyerukan penghentian serangan bersenjata timbal balik antara Israel dan Hizbullah. Resolusi yang bernomor 1701 itu disetujui oleh semua 15 anggota Dewan Keamanan termasuk Amerika Serikat (AS) yang mempunyai hak Veto. Resolusi itu mulai efektif pada Senin 14 Agustus pukul 12.00 GMT.

PBB sejak mulai terjadi konflik Arab-Israel pada tahun 1948 telah ikut mengusahakan penyelesaian konflik ini. Namun sampai sekarang belum terdapat tanda-tanda yang meyakinkan bahwa konflik ini akan berakhir dengan penyelesaian yang adil, menyeluruh dan langgeng.

Peran PBB
Konflik Arab-Israel timbul sewaktu zionis memproklamirkan berdirinya Israel di wilayah Palestina yang sekarang terdiri dari wilayah Negara Israel dan wilayah Otoritas Palestina yang meliputi Jalur Gaza dan Tepi Barat. Wilayah Palestina itu, pada tahun 1947 atas mandat Liga Bangsa-Bangsa (LBB) diserahkan kepada Inggris selaku administrator. Penduduk Palestina pada tahun 1947 berjumlah sekitar 2 juta yang 2/3 terdiri dari etnis Arab dan sisanya keturunan yahudi.

Waktu Inggris mengemukakan keinginannya untuk menyerahkan mandatnya kepada PBB, sebagai kelanjutan LBB, PBB membentuk komite khusus untuk memecahkan masalah Palestina. Atas rekomendasi komite itu, Majelis Umum PBB mengesahkan rencana pembagian wilayah Palestina menjadi dua yaitu Negara Yahudi dan Negara Arab Palestina dengan Yerusalem sebagai kota internasional. Rencana ini ditolak oleh orang-orang yahudi melalui gerakan zionisnya, dan negara-negara Arab di sekitarnya.

Atas tekanan para gerilyawan yahudi yang dibentuk dan dikoordinir oleh zionis terhadap penguasa Inggris di Palestina, maka Inggris secara tiba- tiba pada Mei 1948 keluar dari wilayah Palestina. Inggris menyatakan melepaskan mandatnya dan tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi wilayah Palestina. Situasi itu dimanfa'atkan oleh zionis dengan memproklamirkan berdirinya Israel.

Perseteruan antara etnis Arab dan etnis Yahudi meningkat setelah berdirinya Israel, dan diperparah lagi dengan pengusiran besar-besaran warga Palestina keturunan Arab. Menurut Basic Facts about the United Nations, 2004, sebanyak 750 ribu orang Arab Palestina terusir dari kampung halamannya dan menjadi pengungsi. Permusuhan terbuka setelah berdirinya Israel dapat dihentikan sementara oleh Dewan Keamanan (DK) PBB.

Niat Israel
Cita-cita zionis membentuk Negara Israel Raya yang terbentang antara sungai Yordan dan sungai Nil, tidak berhenti dengan terbentuknya negara Israel yang teritorinya hanya seperti sekarang. Kerena itu setiap kesempatan digunakan penguasa Israel untuk memperluas teritorinya. Hal ini terlihat waktu krisis Suez pada 1956, juga perang Arab-Israel (1967 dan 1973). Pada setiap konflik itu, atas seruan masyarakat internasional, PBB berusaha menghentikannya dengan pertama-tama menyerukan gencatan senjata, lalu mengirim pasukan penjaga perdamaian.

Pada perang tahun 1967, Israel berhasil menduduki Jazirah Sinai milik Mesir, Dataran Tinggi Golan milik Suriah serta Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang sebelumnya dikuasai Yordania. Menghadapi kenyataan ini, DK PBB melalui Resolusi No 242 menyerukan gencatan senjata dan menetapkan prinsip-prinsip bagi penyelesaian yang adil dan langgeng.

Pada 1973 pecah lagi perang antara Mesir dan Suriah melawan Israel. Perang ini secara militer dan politis dimenangkan Mesir dengan dikuasainya kembali Jazirah Sinai. Namun Dataran Tinggi Golan tetap dikuasai Israel. Karena itu PBB mengeluarkan Resolusi No 338 (1973) yang menegaskan kembali prinsip-prinsip dari Resolusi 242 (1967) dan menyeru kembali pihak-pihak yang bertikai untuk berunding. Untuk memonitor gencatan senjata yang terjadi setelah keluarnya Resolusi No 338 itu, PBB membentuk pasukan perdamaian yang ditempatkan di Dataran Tinggi Golan dan Sinai.

PBB melalui DK dan Majelis Umum terus memperhatikan masalah Palestina ini yang menjadi inti dari konflik Arab-Israel. Pada tahun 1974 PLO diakui sebagai wakil yang sah dari rakyat Palestina dengan memberi status observer. Lembaga itu kemudian membentuk komite dengan nama Committee on the Exercise of the Inalienable Rights of the Palestinian People, sebagai badan subsidiary dari Majelis Umum.

Di perbatasan Lebanon Selatan dengan Israel Utara, sebagaimana terjadi sekarang ini sering terjadi pertempuran antara pejuang Palestina yang dibantu rakyat Lebanon dan tentara Israel yang sering memasuki wilayah Lebanon. Saat terjadi pertempuran pada 1978 antara pejuang Palestina dan rakyat Lebanon melawan Israel, DK PBB mengeluarkan Resolusi No 425 dan 426. Resolusi itu menyeru Israel menarik diri dari Lebanon selatan dan membentuk the United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL). Tugas UNIFIL itu untuk memastikan bahwa pasukan Israel mundur dari Lebanon dan memulihkan perdamaian.

Walaupun sudah ada pasukan PBB (UNIFIL), sejak tahun 1978, Israel tidak sepenuhnya mundur dari Lebanon. Malah pada tahun 1982 tentara Israel menyerang Beirut dan menghancurkan kamp pengungsi Palestina di Shabra-Shatila dan membuat zone keamanan yang ditempati pasukan Israel. Dengan tekanan masyarakat internasional melalui PBB dan perlawanan rakyat Lebanon yang dipelopori Hizbullah, Israel akhirnya mundur dari Lebanon selatan pada 2000.

Pada akhir September 2000, pecah lagi kerusuhan di Tepi Barat dan Jalur Gaza terutama di wilayah-wilayah yang diduduki tentara Israel. Kerusuhan ini menimbulkan korban manusia, kehancuran prasarana dan tragedi kemanusiaan. DK PBB kembali mengeluarkan Resolusi No 1397 (2002) yang menyerukan penghentian tindakan kekerasan dan menegaskan kembali visi PBB yakni terwujudnya dua negara di wilayah itu: Palestina dan Israel.

Mundurnya Israel dari wilayah-wilayah Arab yang diduduki dan terselesaikannya masalah pengungsi Palestina secara adil, menjadi inti dari penyelesaian konflik Arab-Israel. Belum semua Resolusi PBB terlaksana, pecah perang lagi antara Arab-Israel pada Juli tahun ini. Perang ini diakhiri dengan Resolusi PBB No 1701 (2006) yang intinya: Israel harus menghentikan operasi meliter dan menarik diri dari wilayah Lebanon, Hizbullah menghentikan serangannya ke Israel, dan pembentukan pasukan perdamaian. Apakah PBB dapat menyelesaikan konflik Arab-Israel secara adil, langgeng dan terhormat? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home